oleh : DONNY
KETIKA sore telah mencapai klimaks, tiga bocah berusia 6 tahun asyik bermain-main, di belakang sebuah gedung. Jendela gedung itu, berjeruji, daun pintunya terbuka lebar.
Dari dalam gedung terdengar sayup suara tawa tertahan, ada juga suara desahan, mirip suara perempuan. Beberapa laki-laki dewasa tampak keluar masuk di kamar-kamar yang berbeda.
Di belakang gedung itu, mengalir air dalam parit setinggi mata kaki orang dewasa, di seberangnya ada jalan kecil pemukiman padat nan kumuh, Kampung Aur.
Ketiga bocah itu, dari bibir parit bermain menghanyutkan benda apa saja yang mengapung. Lalu benda mengapung itu berhenti di hilir parit tak jauh dari anak-anak tersebut, bersama sampah-sampah yang tersangkut.
Seorang wanita muda, cantik dan kusut, muncul dari dalam jendela. Dia, menempelkan mukanya ke jeruji, menatap kearah luar, matanya celingak-celinguk mengawasi sekeliling. Beruntung, tidak ada seorang pun yang lewat, yang ada hanya tiga bocah sedang bermain parit.
Dari balik jeruji itu, si wanita melemparkan sampah yang terbungkus kantong plastik asoy, tepat kedalam parit, lalu hanyut. Sebuah benda keluar dari dalam kantong plastik itu, benda itu berwarna putih bening, panjang dan kenyal. Jatuhnya benda itu mengundang perhatian seorang anak, lalu memungut dan menatapnya lama.
Si anak lalu menyimpulkan, benda yang dicampakkan si wanita itu adalah sebuah balon, berbentuk bulat panjang. Seperti balon yang dijual di kedai-kedai didekat situ, hanya warnanya saja yang bening dan memiliki pentil di ujungnya. Betapa senangnya si Anak, ia lalu memberitahu kawan-kawannya kalau dia baru saja mendapatkan balon besar, tapi bekas.
"Woii, woii, aku dapat balon," seru Gus pada Don dan Tam. "Dimana kau dapat," tanya Don. "Jatuh dari kantong plastik hitam itu," jawab Gus. Lalu ketiganya pun mengejar kantong plastik yang hanyut ke hilir parit.
Setelah didapat lalu dibuka, di dalamnya terdapat 7 buah balon, semuanya basah terkena air parit dan berlendir. Kemudian balon-balon itu dicuci sampai bersih, dengan air parit. Gus langsung meniup balonnya hingga bengkak membesar, diikuti Don dan Tam.
Ketiganya pun bermain, saling memukul ibarat pedang, dengan balon-balon itu. Menghanyutkannya ke parit dan mengambilnya kembali, begitu seterusnya. Betapa gembiranya mereka, sampai tiba-tiba seorang omak-omak dari dalam rumah berteriak dan menghardik.
"Dasar anak-anak bodoh. Buang balon-balon itu. Tak tahu kalian apa itu, hah..! Itu kondom bekas Nonot (maaf) yang di masukkan ke Memek (maaf lagi) lonte-lonte Wisma High Class itu," teriak omak-omak tersebut. ***